Pengikut

Selasa, 14 September 2021

Tersedu bersama Khalifah Umar bin al-Khaththab radliallahu 'anhu


Suatu kali, saat
udara malam begitu dingin, penduduk kota Madinah telah berselimut tebak karena dingin yang menusuk tulang, Umar pergi keluar rumah sendirian menunggang kuda. Namanya memang sudah termasyhur di separuh dunia namun tak mengurangi kesederhanaan yang biasa diperlihatkan sehari hari. Tak bisa duduk termenung di dalam rumah bila Umar merasa ada yang harus dia pikirkan selaku seorang khalifah yang harus bertanggung jawab kepada masyarakat.

Sesampainya di batas kota, Umar melihat sebuah tenda, lalu Umar memutuskan untuk mendekatinya. Ternyata itu sebuah tenda sederhana. Seorang laki muda duduk termanggu dan gelisah di luar pintu kain. Sesekali dia melongok kedalam, ada rintihan dari dalam tenda.

Assalamualaikum wahai saudara sebangsa Arab, sapa Umar. Lelaki itu langsung berdiri dan menjawab, “Walaikumsalam wa rahmatullahi wabarakatuh.Sebuah jawaban yang santun. Ketika ditanya siapa dan mau kemana tujuannya, pemuda itu menjawab bahwa dia dari pedalaman dan bermaksud bertemu dengan Amirul Mukmimin. Saya mendengar Amirul Mukminin Umar suka memberi santunan untuk kaum Fakir Miskin. Kami datang ke Medinah berharap mudah mudahan bisa bertemu dengan beliau dan mendapatkan santunan untuk keluarga kami.

Umar terdiam, Umar begitu takut membuat suatu kekeliruan. Dia percaya pasti di Alam Barzah nanti, dia akan ditanyakan setiap kejadian di bawah kepemimpinannya. Aku mendengar suara rintihan dari dalam tenda mu. Siapakah dia?” Tanya Umar. “Dia istri saya Tuan, dia sedang mengandung tua, tampaknya sebentar lagi akan melahirkan.” Tutur lelaki muda itu. “Bersama siapa istrimu di dalam tenda?” lanjut Umar. “Sendirian Tuan, kami tak mengenal siapapun di sini.” Sahut lelaki muda itu. Umar gelisah dalam ketenangannya dan berkata, Jagalah istrimu, aku akan mencarikan seseorang untuk menolong kalian berdua.

Setelah mengucap salam, Umar lalu meninggalkan lelaki itu dengan derap kuda menuju kota Medinah.

Malam masih panjang, keramaian di kota sudah mulai berkurang. tinggal beberapa orang yang berlalu lalang untuk melakukan macam-macam hal, sedangkan Umar benar benar dalam keterburu-buruan. Dia menuju rumahnya yang tak beda dari kebanyakan rumah penduduk Medinah, rumah lempung yang tak mencolok dengan perabotan yang mengimbanginya, sama sama sekadarnya. Umar sampai ke rumahnya, perlahan membuka pintu nya, lalu memasuki kamar di mana istrinya tertidur. Dia adalah Ummu Kultsum.

Wanita itu tak hanya istimewa karena keremajaannya, tetapi oleh keutamaan nasabnya. Wanita yang Umar nikahi dengan mahar 40.000 Dirham itu memiliki semua keutamaan seorang perempuan. Pada dirinyalah berkumpul nasab suci yang banyak wanita ingini. "Istriku.” kata Umar. Ia lalu duduk di pembaringan, berusaha membangunkan istrinya tampa mengagetkannya. Ummu Kultsum, cucu nabi yang tak sempat mengenal kakeknya dalam kenangan yang utuh karena umurnya masih begitu muda, menggeliat dari tidurnya. Ketika sadar, telah hadir suaminya di sebelahnya, dia bangun segera bersiap mendengarkan apapun yang keluar dari mulut lelaki yang dipilihkan Tuhan baginya.

Apakah engkau mempunyai kebaikan yang Allah berikan kepadamu?" tanya Umar. Itu sebuah kalimat yang belapis, sebuah ajakan yang bertabir. "Apakah itu, wahai Amirul Mukminin?" jawab dan bertanya istrinya. Umar segera menyampaikan maksudnya, sebab, setiap detik terhitung berguna. "Di luar sana ada sebuah tenda, dan sepasang suami istri dari pedalaman, istrinya berada di dalam tenda itu tengah menunggu kelahiran anaknya. Dia sangat membutuhkan pertolongan untuk kelahiran puteranya." Umar bercerita. Umar melanjutkan, “Siapkan sebuah gerobak yang engkau isi dengan perlengkapan yang diperlukan untuk persalinan. Bawalah pula periuk, minyak dan tepung gandum untuk mereka makan.”

"Kebaikan" adalah kata yang diucapkan oleh Umar dan selalu mendatangkan ketertarikan bagi Ummu Kultsum, Tanpa pertanyaan ataupun bantahan, istri belia itu lalu menyiapkan segala yang diucapkan suami nya. Sewaktu malam semakin senyap, Umar mendorong gerobak berisikan perlengkapan persalinan dan makanan, didampingi istrinya meninggalkan rumahnya. mengukur malam dalam perjalan yang tak diisi banyak perbincangan, kedua nya lebih cepat sampai ke tujuan.

"Anda benar benar kembali Tuan," lelaki pedalaman itu tampak demikian gembira menyambut kedatangan Umar. "Biarkan istriku membantu persalinan istrimu," sahut Umar. Umar mulai menurunkan barang barang dari atas gerobak, “Sementara itu engkau membantuku mengumpulkan kayu". Tak berlansung lama, terdengarlah erangan dari dalam tenda, susul menyusul kian lama semakin merana. sementara Umar yang tak banyak bicara menyalakan api dibantu lelaki muda yang was-was memikirkan istrinya.

Asap mengepuli jenggot panjang dan jubah Umar. Api mulai membesar membuat matang adonan dalam periuk. Tak berselang lama terdengar jeritan bayi yang meledakkan sunyi. Lelaki tenda segera berdiri, tapi tak tau pasti dia harus melakukan apa. Sedangkan umar telah selesai dengan masakan malamnya, menyiapkan wadah yang dia isi dengan bubur gandum dalam takaran yang cukup. Tak berapa lama tenda tersibak, keluarlah Ummu Kultsum dari dalam tenda dan berteriak, "Ucapkan selamat kepada temanmu wahai Amirul Mukminin." Ummu Kultsum tampak semringah wajahnya, diterpa remah cahaya api dari tungku batu "Bayinya Laki laki".

Umar baru saja hendak melakukan apa yang dikatakan istrinya, tetapi dia tertegun sebentar, melihat bagaimana lelaki tenda, si ayah bayi yang baru saja lahir kedunia, menatapnya seolah dia bukan manusia. "Amirul Mukminin?" lelaki muda itu terkejut, badannya limbung hampir terpelanting. "Khalifah Umaaaar?" Badannya merosot ketanah, buru buru Umar meraihnya.

Maafkan saya Amirul Mukminin. Lelaki itu terisak oleh keharuan dan ketakutan. "Saya benar benar tidak tahu sedang kedatangan pemimpin umat Islam. Saya telah berperilaku tak pantas", lanjutnya. Umar tak biasa berbasa basi. Tapi siapapun tahu betapa hatinya mudah menghasihani. "Tidak usah berlebihan, engkau tidak melakukan apapun yang tak pantas", kata Umar. Tak ada kata-kata dari mulut lelaki tenda itu, sedangkan air mata melelehi pipinya. Selama ini dia mendengar dari orang orang perihal perangai Umar yang gemar menolong orang orang yang sedang kepayahan . Malam itu dia merasakan sendiri dan tak sanggup berkata kata lagi. (Sumber: https://www.facebook.com/hari.ribowo)

Glossary

Amirul Mukminin berati Pemimpin Kaum Beriman, adalah sebutan untuk para pemimpin negeri Islam setelah Rasulullah wafat, yaitu sejak zaman kekhalifahan di masa para Sahabat Rasullullah hingga masa-masa era monarkhi Islam (Umayyah dan Abbasiyah, dan masa-masa setelhanya)