Sabtu, 29 Maret 2025

Raja ke-4 Mataram Islam: Hamengkurat I/Amangkurat I

Silsilah Hamengkurat I

Hamengkurat I merupakan putra dari Sultan Agung Hanyakrakusuma, penguasa Kesultanan Mataram Islam yang terkenal dengan ekspansi wilayahnya serta kebijakannya dalam memperkuat kerajaan. Ibunya adalah Ratu Kulon, salah satu permaisuri Sultan Agung.

Berikut adalah silsilah singkat Hamengkurat I:

1.       Panembahan Senopati (Pendiri Mataram Islam) – Kakek Buyut

2.       Panembahan Hanyakrawati - Kakek

3.       Sultan Agung Hanyakrakusuma - Ayah

4.       Hamengkurat I

Hamengkurat I memiliki beberapa anak, di antaranya:

1.        Pangeran Adipati Anom (kemudian menjadi Amangkurat II)

2.        Pangeran Puger (kemudian menjadi Pakubuwono I)

3.        Beberapa putri yang diperistri oleh bangsawan dan penguasa lain

Hamengkurat I juga memiliki beberapa saudara, di antaranya:

1.        Pangeran Alit (adik kandung, sempat berencana memberontak)

2.        Pangeran Purbaya (saudara tiri, dikenal sebagai salah satu bangsawan Mataram)

3.        Beberapa saudara lain yang menjadi bagian dari keluarga bangsawan Mataram

Naiknya Hamengkurat I ke Tahta

Sebelumnya, telah ditetapkan bahwa Pangeran Alit, yang merupakan putra mahkota, akan menjadi penerus tahta Sultan Agung Hanyakrakusuma. Namun, ketika sang sultan jatuh sakit, Ratu Wetan (istri Sultan Agung) berhasil membujuknya untuk mengangkat Raden Mas Sayidin sebagai penggantinya. Keputusan ini tentu menimbulkan gejolak di lingkungan istana, terutama dari pihak pendukung setia Pangeran Alit yang merasa bahwa hak waris tahta telah diabaikan.

Untuk mencegah konflik lebih lanjut, Ratu Wetan mengadakan upacara penobatan Raden Mas Sayidin secara tertutup. Dengan demikian, pada tahun 1646, Raden Mas Sayidin resmi menjadi raja dengan gelar panjang Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I. Nama tersebut kemudian disingkat menjadi Amangkurat I atau Hamengkurat I.

Kepemimpinan yang Penuh Kekejaman

Berbeda jauh dari ayahnya, Hamengkurat I dikenal sebagai pemimpin yang egois, kejam, dan licik. Ia lebih mementingkan kepentingan pribadinya dibandingkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam menjalankan kekuasaannya, ia tidak segan-segan membunuh siapa saja yang dianggap sebagai ancaman, baik dari kalangan bangsawan, pejabat istana, hingga rakyat biasa.

Salah satu tindakan paling kejam yang dilakukan oleh Hamengkurat I adalah pembantaian 6.000 ulama beserta keluarganya dalam waktu kurang dari 30 menit. Kejadian ini dipicu oleh rencana pemberontakan yang hampir dilakukan oleh Pangeran Alit, yang telah melihat sifat asli sang sultan. Namun, sebelum rencana tersebut terwujud, seseorang telah membocorkannya kepada pihak istana, sehingga Pangeran Alit dibunuh terlebih dahulu.

Takut akan adanya pemberontakan serupa dari pendukung setia Pangeran Alit, Hamengkurat I memerintahkan pasukannya untuk membantai para ulama yang ia tuduh sebagai dalang di balik rencana pemberontakan. Tindakan ini semakin memperburuk citranya sebagai penguasa yang bengis dan haus kekuasaan.

Pemberontakan Trunojoyo dan Kejatuhan Hamengkurat I

Memasuki tahun 1670-an, Kesultanan Mataram mulai mengalami kemunduran yang semakin nyata. Di tengah situasi yang tidak stabil, muncul sosok Trunojoyo, seorang bangsawan asal Madura yang melancarkan pemberontakan terhadap Mataram Islam. Pemberontakan ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan wilayah Madura dari kekuasaan Mataram, tetapi juga mendapat dukungan dari Pangeran Adipati Anom atau Raden Mas Rahmat, putra Hamengkurat I, yang ingin menggulingkan pemerintahan ayahnya.

Pasukan Trunojoyo mendapatkan bantuan dari berbagai kerajaan lain, termasuk dari Makassar dan Banten, yang turut mendukung upaya melawan Hamengkurat I. Dengan kekuatan yang semakin besar, pasukan Trunojoyo berhasil menduduki ibu kota Mataram pada tahun 1677. Sultan Hamengkurat I dan keluarganya pun terpaksa melarikan diri untuk menyelamatkan diri dari kehancuran.

Melihat kondisi kerajaan yang semakin kacau, Pangeran Adipati Anom berbalik melawan Trunojoyo. Namun, hal tersebut tidak cukup untuk menyelamatkan tahta Mataram. Trunojoyo berhasil menguasai istana dan bahkan memperistri salah satu putri Hamengkurat I, sebagai simbol kemenangan atas Mataram.

Perpindahan Kraton dari Kotagede ke Plered

Kraton Amangkurat I terletak di Plered, yang sekarang masuk dalam wilayah Bantul, Yogyakarta. Kraton ini dibangun oleh Amangkurat I sebagai pengganti ibu kota Mataram Islam yang sebelumnya berada di Karta (dekat Kotagede). Kraton Plered menjadi pusat pemerintahan Mataram hingga tahun 1677, sebelum akhirnya jatuh ke tangan pasukan Trunojoyo dalam pemberontakan besar yang menyebabkan Amangkurat I melarikan diri. Setelah keruntuhan Plered, pusat pemerintahan Mataram kemudian dipindahkan oleh penggantinya, Amangkurat II, ke Kartasura.

Akhir Tragis Hamengkurat I

Dalam pelariannya, Hamengkurat I mengalami penderitaan yang luar biasa. Ia tidak hanya kehilangan tahtanya, tetapi juga banyak orang kepercayaannya. Ditambah lagi dengan usianya yang sudah tua, ia jatuh sakit dalam kondisi terlunta-lunta.

Akhirnya, pada tahun 1677, Hamengkurat I meninggal dunia di wilayah Tegal. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Petilasan Kembang Lampir, tempat peristirahatan terakhir yang menjadi saksi bisu atas kisah tragis seorang sultan yang pernah berkuasa dengan tangan besi, namun akhirnya jatuh dalam kehancuran akibat kekejamannya sendiri.

 

Tidak ada komentar:

Paras Kampungku

Ngatini, Sukarno, Suminem, Suyati, Tukiman, dan Wakidi (Mendapat Hidayah: Gunung Kelir Menjadi Saksi Pertambahan Saudara Seiman

Gunung Kelir, sebuah wilayah yang tenang di Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi saksi atas sebuah peristiwa yang men...