Pengikut

Kamis, 18 Juni 2020

Mengenal Lurah Paras Pertama


Paras Era 1900

Paras pada masa penjajahan Belanda adalah nama sebuah kelurahan. Kalurahan Paras terdiri dari pedukuhan Paras, Kepiton, Kisik, Tlagan, Bacok, Dukuh, Kalisoka, Ngroto, Tirip, lan Tlangu. Paras saat itu bukanlah wilayah yang subur, karena aliran irigasi selokan Kalibawang belum ada. Wilayah yang subur hanya Bacok (sekarang Gansari) dan Kisik karena berdekatan dengan sungai Progo. Maka zaman itu, siapa pun yang mempunyai lahan pertanian di pinggiran sungai Progo (disebut Pulo) termasuk orang yang berada.

Pada saat itu, sebagian mata pencaharian penduduk adalah buruh, atau pedagang kecil. Saat itu penduduk kelurahan Paras belum memiliki tanah sendiri. Semua wilayah dimiliki oleh Sultan Yogyakarta. Semua terkontrol oleh Lurah dan Bekel,. Lurah berhak mengambil kekayaan yang ada di atas tanah. Misalnya ada pohon Nangka yang sudah besar, kayu yang bagus, kayu bagian batang pastilah milik Lurah, sedangkan kayu dahan boleh diambil rakyat umum. Jarang sekali penduduk yang mempunyai rumah dari kayu yang bagus. Hampir semua penduduk hanya memiliki rumah bambu.

Nama Lurah Paras Pertama

Menurut salah satu putra Lurah pertama ini dari istru yang terakhir, Saeran Partosuwrno (saat penulis silaturahmi Idul Fithri 2011), nama Lurah pertama ini bernama Raden Bardo. Boleh jadi karena beliau lahir setelah Idul Fithri. Bardo biasanya berupa singkatan lebar ba'do (bodo). Lebar berarti selesai dan ba'do (bodo) berati hari-hari pertama setelah puasa Ramadhan selesai atau Idul Fithri. Sesudah  menikah beliau mempunyai nama tuwa Partodikoro dan Sopawiro.

Partodikoro dan Sopawiro

Menurut Supardiharjono, seorang sesepuh (pada tahun 2020 ini usianya 90 tahun lebih), nama Sopawiro diberikan oleh ayahnya saat ia menikah dengan istri pertamanya, mbok Sir. Nama mbok Sir disandangkan kepada istri pertama ini karena putra pertamanya bernama Sir Martowiarjo yang menjadi pegawai negeri berpengaruh. Lalu diangkat menjadi Lurah dan berganti nama menjadi Partodikoro.

Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa nama Partodikora adalah nama ketika ia diangkat menjadi lurah selanjutnya berganti nama Sopawiro saat ia menikah dengan istri keempat yang bernama Biah.

Asal-Usul Lurah Paras Pertama

Menurut Pak Supardiharjono, ia berasal dari Kaliwuluh. Kaliwuluh adalah suatu nama wilayah yang masih wilayah Paras. Tepatnya wilayah yang terletak di barat daya Paras. Kalau sekarang Kaliwuluh berupa wilayah kecil yang terdiri dari lima rumah saja yang masih bersaudara. 

Tidak diketahui siapa nama orang tua Partodikoro ini, tetapi konon masih bersaudara dengan kakek nenek H. Sukapdi Siswopranoto orang yang sangat berpengaruh di Kepiton dan sekitarnya. Saeran Partosuwarno menegaskan bahwa Partodikoro memang berasal dari Kaliwuluh.

Wektu Lahir lan Sedane
Tidak ada kepastian kapan Partodikoro lahir. Tetapi banyak yang mengatakan bahwa Partodikoro meninggal pada usia 85 tahun pada tahun 1951. Jadi kira-kira ia lahir tahun 1870 - 1880. 

Diangkat jadi Lurah
Sebelum diangkat jadi Lurah, Partodikoro adalah Bekel Sepuh. Pangkat dibawah Lurah tapi di atas dukuh. Pada tahun 1906, Bardo atau Partodikoro diangkat jadi lurah Paras. Tahun 1925 jabatan Lurah diberikan kepada anak menantunya R. Anis Notosiswoyo yang rumahnya di Kepiton. Anis Notosiswoyo adalah suami Tentrem anak Partodikoro dengan mbok Sir.

Saudara-Saudaranya


Lurah Partodikoro adalah anak yang kedua sembilan bersaudara. Kakak dan adiknya berjumlah delapan, di antaranya adalah: 
  1. Partoirono (laki-laki) - bertempat tinggal di Pereng Kisik Banjarasi (Kakek ibu Sudi Amirah)
  2. Tirtowirono (laki-laki)- lbertempat tinggal di Canden Sayangan Banjararum (Ayah Gatini (Istri Dawami, Sihono),
  3. Partopawiro - bertempat tinggal di Kanoman Banjararum (Kakek Marjo polisi),
  4. Kartopawiro - lbertempat tinggal Kanoman Banjararum,
  5. Pawirorejo (Perempuan) - bertempat tinggal di Kepiton Banjarasri (Ibu Sunardi, Suparno)
  6. Soduriyo (perempuan)  - bertempat tinggal di Tirip Banjarasri (ibu Partomargono)
  7. Kartowiduto (perempuan) - bertempat tinggal di Dekso Jogobayan Banjararum (ibu Marto Olo)
  8. Dipopawiro (laki-laki)  - bertempat tinggal di Tengahan Minggir Sleman.

Para Istri

  1. Gumun dikenal juga dengan nama sebutan mbok Thole. Disebut mbok Thole karena memiliki anak yang biasa disebut Thole (yaitu Kaslan, yang bertempat tinggal Nanggulan, tetapi menjadi kepala bagian sosial di Kalurahan Dekso)
  2. Sir. Disebut mbok Sir karena mempunyai seorang anak yang bernama Sir. Ia lalu menetap di Semaken Banjararum. Ia adik Surono (Kakek Drs. H. Tjiptadi, di Dekso Banjararum). Sir meninggal pada 11 Agustus 1963. 
  3. Kelek, berasal dari Tlagan Banjarasri. Ia meninggal 21 April 1963.
  4. Surip atau mbok Sumi. Beliau wafat di Magelang tetapi tidak diketahui waktu dan tempat meninggalnya.
  5. Biyah, nama sebenarnya adalah Rubinem. Biyah adalah nama anak pertamanya. Biyah asli warga Paras adik Pono Ronosetiko (kakek Karjan bin Ronopawiro) dan meninggal 7 Juli 1985.


Putra-Putri
R. Bardo Partodikoro alias Sopawiro memiliki 21 anak. 
A.  Dengan istri pertama, Gumun atau mbok Thole 
  1. Bapak Mangun Kaslan - Sosial Kelurahan Kedondong
  2. Kasilah ing Kedondong Banjararum Kalibawang,
  3. Sumi ing Salak Malang Banjarharjo Kalibawang

 B.  Dengan mbok Sir, memiliki 5 anak
  1. Ronodikoro (laki-laki) di Bladeran Kisik Banjarasri Kalibawang meninggal tahun 1968
  2. Sudarjo Wongsodikoro (laki-laki) di Kisik Banjarasri Kalibawang meninggal tahun 1949
  3. Trubus atau Kasan (perempuan) di Salak Malang Banjarharjo
  4. Tentrem Notosiswoyo di Kepiton Banjarasri Kalibawang, pindah ke Gading Ngayogyakarta
  5. Sir Partowiarjo (laki-laki) di Semaken Banjararum Kalibawang
  6. Senun (laki-laki) ing Jongke Mlati Sleman

 C.  Dengan Surip, mempunyai 2 anak 
  1. Kabar (Parto ..... ) (laki-laki) di Kisik Banjarasri Kalibawang
  2. Ponikem (perempuan) bersuami Dirjo, di Malang Jawa Timur

 D.  Dengan Kelek, memiliki 4 anak. 
  1. KRT. Sutarjonegoro (laki-laki), pendiri perguruan Pencak Silat Phashadja, di Gayam Yogyakarta
  2. Tondoparto (laki-laki), menjadi Lurah Pasar di Tempel Sleman
  3. Lakir Partopranjono (laki-laki) di Ngaglik Sleman
  4. Kasilah di Kisik Banjarasri Kalibawang

 E.  Dengan Biyah atau Rubinem mempunyai 6 anak yaitu
  1. Sastrominah (perempuan) di Minggir Sleman
  2. Martopawiro (Perempuan) di Dukuh Banjarasri Kalibawang
  3. Saeran Partosuwarno di Paras Banjarasri Kalibawang
  4. Sukarto Dwijosukarto alias Lethong di Paras Banjarasri Kalibawang
  5. Martosuyitno (Perempuan) di Kisik Banjarasri Kalibawang
  6. Sujiyah (Perempuan) Semaken Banjararum Kalibawang

Semua putra dan putri Lurah R. Bardo Partodikoro Sopawiro sudah tiada. Allahumma-ghfirlahum wa-rhamhum

Ditulis di MAN 2 Kulon Progo, Jumat 19 Juni 2020

Tidak ada komentar: