Nama Masjid adalah Masjid al-Iman Banjarasri. Banjarasri disematkan pada nama masjid dengan tujuan masjid ini agar menjadi masjid kebanggaan masyarakat Islam di Desa/Kalurahan Banjarasri.
Masjid al-Iman Banjarasri terletak di Pedukuhan Paras RT: 54, RW: 27, Banjarasri, Kalibawang, Kulon Progo. Masjid secara resmi terdaftar melalui ID Masjid nomor 48465. Masjid ini menempati tanah seluas 300 m2, dengan luas bangunan sekitar 126 m2, dengan status tanah SHM. Masjid ini berdiri pada tahun 1973
Sejarah
Sebelum peristiwa Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia, belum ada langgar, mushala, atau masjid di Banjarasri (sisi timur) ini. Masjid hanya ada di Dekso, tempat perguruan Muhammadiyah di Kalibawang berada. Penganut Islam di wilayah ini juga belum begitu mengenal ajaran Islam dengan baik, walaupun para penduduk mengaku sebagai orang Islam. Disisi lain, di wilayah lain (sisi barat) Banjarasri sudah berdiri megah sebuah Gereja yang didirikan seorang pastor dari Belanda - Romo Babtista Prenthaller.
Sugiyono, HS
Setelah peristiwa G 30 S/PKI meletus, banyak yang takut disebut atau dikira sebagai orang komunis atau anggota PKI dan takut ditangkap. Maka sebagian besar mengaku Katholik lalu beribadah secara Katholik di Boro, sebagian mengaku Islam, dan mendirikan shalat Jumat di rumah-rumah penduduk. Tempat shalat Jumat saat itu di rumah Siswopranoto di Kepiton, di rumah Yasir Hardjosumarto di Paras.
Tahun 1967, Sugiyono Hadisumarto, seorang tokoh Pemuda Muhammadiyah di Banjarasri, saat itu juga menjabat Igama, perangkat desa yang membidangi kehidupan keagamaan, mendapat dukungan dari untuk mendirikan langgar (akhirnya disebut mushola) al-Huda. Dan mulai saat itu Langgar al-Huda digunakan sebagai tempat shalat Jumat.
Sejak tahun 1972, para tokoh masyarakat Islam memimpikan masjid yang bisa menampung jamaah shalat Jumat untuk kaum Muslimin di sisi timur Banjarasri. Akhirnya dirembuklah kepanitiaan masjid ini. Mereka yang hadir diantaranya
- R. Martowiruno, seorang PNS Guru, kepala SD (Kisik)
- Drs. R. Suwarto, seorang PNS Guru, kepala SPG Muhammadiyah Dekso (Kisik)
- Sugiyono, HS, seorang perangkat Desa "Igama", tokoh pemuda Muhammadiyah (Paras)
- Supardi Supardi Harjono, PNS Guru SD (Paras)
- Sarjo, seorang PNS Guru SD (Kepiton)
- R. Siswopranoto, seorang PNS Guru, Kepala SD (Kepiton)
- Dwijosukarto, seorang PNS Guru SD (Paras)
- Karjan, seorang staf Igama desa (Paras)
- Bertekat bulat mendirikan masjid bagi masyarakat islam di sisi timur Banjarasri
- Biaya berasal dari masyarakat dan juga minta bantuan ke luar daerah
- Tempat diputuskan di dekat jalan raya dan di tengah-tengah masyarakat
Kesepakatan dibuat akhirnya pada tahun 1973 masjid dibangun, dan mulai saat itu shalat Jumat tidak diselenggarakan di langgar al-Huda di Paras, tetapi dipindah ke masjid yang baru ini.
Kebaikan Lurah yang beragama Nasrani
Tahun 1980-an lurah Banjarasri yang baru, JB Suparwono walau bukanah seorang muslim, mendukung berdirinya masjid tersebut dan memberikan hak kepada kaum musliman untuk menggunakan masjid itu tanpa harus membeli. Sedangkan tanah lungguh milik Sugiyono HS dikembalikan.
Fungsi Masjid
Seperti pada masjid laiinya, masjid al-Iman difungsikan sebagai tempat jamaah shalat harian oleh masyarakat Islam sekitar masjid. Shalat Shubuh, Maghrib dan Isya secara jamaah diadakan di masjid ini. Pada bulan Ramadhan, masyarakat sekitar juga menggunakannya sebagai tempat buka bersama, shalat Tarawih, dan pembayaran Zakat Fithri.
Masjid juga digunakan untuk pengajian minggun, setiap malam Jumat oleh masyarakat sekitar masjid, sedangkan setiam malam Jumat Kliwon diadakan pengajian sentral yang diikuti oleh kaum muslimin dari tiga pedukuhan, yaitu dari Kisik, Paras, dan Kepiton.
Setiap hari Jumat, masjid menyelenggarakan shalat Jumat yang diikuti oleh kaum muslimin dari tiga pedukuhan, yaitu dari Kisik, Paras, dan Kepiton. Itulah alasan mengapa masyarakat Banjarasri menyebutnya sebagai masjid Jami'
Bila Idul Fithri tiba, masjid ini menyelenggarakan takbir keliling dan shalat Idul Fithri yang diikuti oleh jamaah-jamaah di sekitar masjid al-Iman ini, yaitu jamaah
1. Paras
2. Kepiton
3. Kisik
4. Kalisoka/Jurugan
5. Dukuh
6. Ngroto
7. Tuksongo
8. Tlagan
9. Ganasari.
Sekitar sembilan ratus sampai seribu kaum Muslimin mengikuti shalat Idul Fithri dan Idul Adha di sini.
Pengajian-pengajian berskala besar diadakan biasanya saat menjelang bulan Ramadhan oleh para pemuda masjid. Ada juga pengajian yang dikelola oleh KOKAM PCM Muhammadiyah Dekso dengan pemateri dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kulon Progo dan lainnya. Sebelum adanya pandemi Covid-19, pengajian berskala lebih besar diselenggarakan setiap Sabtu Kliwon dengan pemateri Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dari Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ditulis
Jumat 19 Juni 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar