Pengikut

Kamis, 29 Juni 2023

Khutbah Idul Adha 1444 H, di Halaman Balai Kalurahan Banjaroya Kalibawang

 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِي اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلآَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ  وَللهِ الْحَمْدُ * اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

 

Jama’ah ’Ied rahimakumullah, Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam adalah penutup dari para Nabi dan utusan Allah.

 

Pada hari ini, ummat Islam sedunia sedang bersama-sama merunut kembali sejarah perjuangan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan putra tercintanya Nabi Isma’il ‘alaihimassalaam dalam berjuang menegakkan aqidah dan syari’ah Islam. Dalam ikhtiar ini, sebagian dari kita ada yang diberi Allah kenikmatan untuk dapat menunaikan ibadah haji. Kepada mereka kita do’akan agar sepulang dari tanah Suci Makkah al-Mukarramah benar-benar menjadi haji yang mabrur, sehingga dengan kemabruran haji mereka menjadikan tambahan kekuatan dalam menciptakan ‘izzul Islam wa al-muslimiin (kejayaan Islam dan kejayaan bagi Ummat Islam) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negara yang indah dan damai dan penuh dengan ampunan Allah).

Sebagian diantara ummat Islam ada yang hanya mampu melaksanakan ibadah qurban, sebagai ikhtiar mewujudkan ketaatan dan kedekatan kepada Allah, sekaligus sebagai wujud dari kesediaan membina hubungan dengan sesama manusia sesuai dengan tuntunan syari’ah Islam.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا/ وَلَا دِمَاۤؤُهَا/ وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ/ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ/ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ/ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (al-Hajj ayat 37)

Dalam firman-Nya yang lain Allah bahkan menegaskan bahwa sejak awal sejarah manusia, tradisi qurban sudah dilaksanakan yakni ketika diperintahkan qurban itu kepada Qabil dan Habil.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ/ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ/ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا/ فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا/ وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ/ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ/ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil) “Aku pasti membunuhmu” Habil berkata: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS-Al-Maidah : 27)

Demikian penting makna berqurban maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidak ada satu senpun dari uang yang diinfakkan yang keutamaannya melebihi uang yang dipergunakan untuk infaq berqurban pada hari (Raya ’id al Adha) ini.”

Banyak ummat Islam belum mampu melakukan ibadah qurban apalagi ibadah haji. Namun itu semua tidak akan menghalangi kita untuk meraih cita-cita menjadi orang yang muttaqin, sepanjang tetap bersabar dalam meyakini kebenaran agama Allah, yakni : sabar dalam menjalankan segala ketaatan kepada Allah.

Dalam segala keadaan tersebut di atas, janganlah kita lupa bahwa sebagian dari saudara-saudara kita sedang dalam keadaan tidak mampu memenuhi kehidupan sehari-hari. Semoga mereka tetap iklhas dalam menerima musibah, dan tetap berserah diri kepada Allah, ada jaminan kepada orang yang tetap bersabar sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nahl 41-42 :

وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا فِى اللّٰهِ/ مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا/ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً/ ۗوَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ/ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَۙ. /الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ

Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (Yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan Allah saja mereka bertawakkal.” (an-Nahl 41-42)

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ

Dalam surat ash-Shaaffaat ayat 100 – 111, Allah Swt. berfirman;”

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

(Nabi Ibrahim berdoa) Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ

Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (Yaitu Ismail)

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ/ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ/ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى/ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي/ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup untuk berpikir)/ Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ/ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا/ إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

 كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia Termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Falsafah hidup yang dapat kita petik dari ayat diatas adalah bahwa dasar pertama dan utama seorang pemimpin termasuk pemimpin dalam rumah tangga agar ditaati adalah kuat dan bersihnya ketauhidan. 

Pertama, meskipun Ibrahim ’alaihis salam demikian cintanya kepada Isma’il ’alaihis salam yang digambarkan demikian gagah, ganteng dan mempesona namun demikian, atas dasar kecintaan Ibrahim terhadap Allah melebihi cintanya kepada siapapun dan apapun maka perintah itupun ia sampaikan dan ia laksanakan dengan baik.

Kedua, yang disampaikan Nabi Ibrahim adalah perintah dari Allah, namun karena menyangkut hak hidup seseorang, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam memberikan kesempatan putranya untuk memahami dengan dialog secara demokratis dan penuh kedamaian serta kesejukan berkomunikasi. 

Ketiga, demikian juga Nabi Isma’il yang mendapat kabar sangat mengejutkan itu, tetap menomorsatukan ketaatannya kepada Allah, dan tidak ragu sedikitpun untuk menerima dan melaksanakan perintah dalam wahyu itu.

Alangkah indahnya keluarga yang dibangun Nabi Ibrahim. Sekiranya kehidupan keluarga ummat Islam dewasa ini dapat meneladani kehidupan keluarga semacam ini, niscaya kekerasan, kejahatan, fitnah, caci maki dan kerusuhan tidak akan lahir dalam lingkungan kehidupan kita. Perilaku agama akan diujudkan dalam kenyataan: yang tua sangat memikirkan, mencintai kepada yang lebih muda. Sebaliknya yang muda menghormati dan meneladani yang tua.

Berkaca dari aspek kemanusiaan dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il, tepat jika pada kesempatan selain untuk hanya beribadah kepada Allah ta’ala, marilah kita peduli kepada sesama, sesama umat Islam, maupun sesama manusia. Kita hendaknya selalu berusaha memberi manfaat dan kemaslahatan bagis sesama.

Firman Allah Swt  dalam surat al-Isra’ ayat 70,

Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Ali Ibn Abi Thalib radliallahu ‘anhu, tatkala menjadi Khalifah memberikan tugas harian kepada salah satu gubernurnya yakni Malik Asytar. Dalam perintah harian yang panjang itu Ali ibn Abi Thalib mengatakan, ”Ada dua Saudaramu,  yaitu saudara sesama muslim, dan saudara sesama manusia. Dua-duanya memiliki hak yang harus engkau penuhi.”

Allahu Akbar – Allahu Akbar – Walillahilhamdu.

Jama’ah ‘Ied rahimakumullah marilah kita bermunajah dengan khusyu’, percaya bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan itu satu yakni Allah semata, hanya Allah yang dapat mengabulkan segala permohonan kita.

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ/ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ/ اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ/ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ/ الاَحْيِاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ/ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ/ فيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ/ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ/ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ/ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ/ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ/ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ/ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ/ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا/ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا/ وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ/ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ/ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا/ وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ/ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَالْمُسلِمِين/ وَجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ/ يَا رَبَّ الْعَلَمِينَ

اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا/ كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا,/وَتُبْ عَلَيَّ/ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

وَتُبْ عَلَيَّ/ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ, رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا/ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ/ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ/ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ/ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Senin, 05 Juni 2023

Ibadah Korban ke-1

Yuuuk Diskusi Tentang Ibadah Korban

Apa yang dimaksud KORBAN di sini?

Korban adalah ibadah yang dilakukan pada hari Idul Adha dan hari tasyrik, atau tiga hari setelah idul adha, dengan cara menyembelih hewan tertentu yang diniatkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Contoh yang TIDAK TERMASUK KORBAN

Jadi korban yang tidak diniatkan untuk beribadah kepada Allah tidak termasuk dalam definisi di atas. Misalkan, kadangkala di saat orang membangun jembatan, atau gedung, atau monument, atau apa saja, mereka menyembelih kerbau dengan tujuan minta keselamatan, minta tidak diganggu kepada yang mbaureksa sunga, wilayah tertentu. Dan ini dilarang oleh agama kita, Islam.

Lihat hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini

عن طارق بن شهاب، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (دخل الجنة رجل في ذباب، ودخل النار رجل في ذباب) قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟! قال: (مر رجلان على قوم لهم صنم لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئاً، فقالوا لأحدهما قرب قال: ليس عندي شيء أقرب قالوا له: قرب ولو ذباباً، فقرب ذباباً، فخلوا سبيله، فدخل النار، وقالوا للآخر: قرب، فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئاً دون الله عز وجل، فضربوا عنقه فدخل الجنة)

Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji)  sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.”


Perintah Berkorban

Di antara ayat-ayat yang memerintahkan ibadah korban adalah Surah al-Hajj ayat 34 dan 35 berikut:


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ . الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ .

Artinya: " Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan salat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka."

Rasulullah, Muhammad, shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

Perintah berqurban ini ditujukan kepada orang yang mampu. Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Majah disebutkan:

عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا

Dari Abu Hurairah, "Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat salat kami," (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Sabtu, 03 Juni 2023

Sultan Hadiwijaya Raja ke-6 Demak (Pajang)

Nama

Sultan Hadiwijaya atau Adiwijaya mempunyai nama asli Mas Karebet. Ia sering juka disebut Jaka Tingkir.

Ayah dan Kakeknya

Sultan Hadiwijaya adalah anak dari Ki Kebo Kenanga anak Ki Ageng Pengging Sepuh atau Muhammad Kabungsuan, atau Jaka Sengsara, atau Andayaningrat, anak Syeikh Jumadil Kubra atau Jamaluddin Akbar al-Husein

Selain menikah dengan ibu Sultan Hadiwijaya, ayahnya juga menikahi Nyai Ratu Mandoko anak Sunan Kalijaga, dan Syarifah Zainab anak Syeik Siti Jenar.

Kakeknya, Andayaninrgrat, adalah suami Ratu Pembayun anak Prabu Brawijaya V, raja Majapahit. 

Masa Anak-anak hingga remaja

Sultan Hadiwijaya lahir pada 18 Jumadil Akhir tahun Dal, mangsa VIII menjelang subuh. Ia diberi nama Mas Karebet, karena ia lahir saat ayahnya, Ki Ageng Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Suara wayang beber yang “kemrebet” karena tertiup angina membuat bayi (Sultan Hadiwijaya) diberi nama Mas Karebet.

Ki Ageng Kebo Kenanga dan Ki Ageng Tingkir adalah murid-murid Syeikh Siti Jenar. Saat pulang dari rumah ayah Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal. Ki Ageng Pengging, sepuluh tahun kemudian, dihukum mati karena  mengikuti pendapat Syeikh Siti Jenar, dan dianggap memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman mati adalah Sunan Kudus. Karenanya, pada masa mudanya, ia dipanggil Jaka Tingkir. Ia menjadi pemuda yang gagah, tampan, dan menguasai bela diri.

Guru-Gurunya

Guru utaanya adalah ayahnya sendiri, Ki Ageng Kebo Kenanga, ayahnya, dan Muhammad Kabungsuan (Ki Ageng Penggih Sepuh) kakeknya, yang menjadi penguasa Boyolali Kuna. Gurunya yang lain adalah Sunan Kalijaga, KI Ageng Selo. Ia juga dipersaudarakan dengan Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Ia juga berguru kepada pakdenya, Ki Ageng Banyubiru atau Ki Keba Kanigara. Di Banyubiru ini ia seperguran dengan Mas Manca, Mas Wila dan Ki Wuragil.

Mengabdi di Kerajaan Demak Bintara

Saat itu, yang sedang bertahta di Demak adalah Sultan Trenggana. Sampai di Demak, Sultan Hadiwijaya (Mas Karebet, juga Jaka Tingkir,) tingal di rumah saudara Nyi Ageng Tingkir, ibu asuhnya, Kyai Gandamustaka, seorang marbot Masjid Demak, yang berpangkat lurah ganjur.

Diangkat Menjadi Kepala Prajurit Demak

Suatu kali, di Masjid Demak, yang saat itu dikelilingi kolam cukup lebar, Sultan Trenggana akan mengerjakan shalat. Mas Karebet berdiri di tepian kolam, Sultan Trenggana akan melewati tempat berdiri Mas Karebet. Pamannya berteriak memintanya segera menyingkir. Tidak ada jalan menyingkir baginya, selain melompati kolam yang lebar tersebut, dan Mas Karebet melompatinya dan berhasil. Sultan Trenggana terkesima dan mununjuknya sebagai kepala prajurit Demak, dan mendapat pangkat lurah wuratamtama.

Dipecat

Alkisah, suatu hari Jaka Tingkir sebagai lurah wiratamtama bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Mas Karebet menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas. Karena kecerobhannya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak. Tetapi rupanya cerita ini hanya sebuah versi kiasan dari kenakalannya. Sultan Trenggana mempunyai seorang puteri cantik bernama puteri Cempaka. Mas Karebet menggodanya dan menaklukkan hatinya secara diam-diam. Ia pun menjalin hubungan terlarang. Hal ini diketahui oleh penguasa Demak. Ia pun dipecat dan diusir dari Demak.

 

Dipanggil lagi

 

Suatu kali, Sultan Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir yang dendam pun menggangu mereka. ia melepas seekor kerbau, Kebo Danu. Kerbau Danu sudah diberi tanah pada telinganya, sehingga kerbau merasa tidak nyaman dan mengamuk dan menyerang pesanggrahan raja. Tak ada prajurit yang bisa mengatasinya. Sultan Trenggana minta pengawalnya untuk mencari Mas Karebet yang diharapkan dapat menaklukan kerbau tersebut. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Sultan Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama.

 

Menjadi Menantu Sultan Trenggana dan Diangkat Menjadi Adipati Pajang

Karir Mas Karebet pun cemerlang, akhirnya ia dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka, anak Sultan Trenggana. Ia pun diangkat menjadi Adipati Pajang bergelar Adipati Hadiwijaya. Pajang kini adalah suatu daerah di Surakarta.


Perselisihannya dengan Arya Penangsang

Kisah diawali ketika Pati Unus, Raja pengganti Raden Patah, meninggal karena pertempuran dengan Portugis di selat Malaka. Ada dua orang yang berpotensi sebagai pengganti Pati Unus. Pertama adalah Pangeran Surawiyata, atau Raden Kikin, ayah Arya Penangsang. Kedua adalah Trenggana, yang lebih muda, ayah Pangeran Mukmin (Sunan Prawoto). Untuk memuluskan Trenggana menjadi Raja Demak, menggantikan Pati Unus, Pangeran Mukmin membunuh Pangeran Surawiyata, sepulang dari shalat Jumat. Arya Penangsang pun ia coba bunuh dan menghanyutkannya di sungai, tetapi Sunan Kudus menyellamatkannya. Ini membuat Arya Penangsang dendam kepada keluarga Sultan Trenggana.

Suatu kali, Sultan Trenggana bepergian ke Pasuruan untuk memperluas negera dan meninggal di sana. Maka Raden Mukmin (Sunan Prawoto) diangkat menjadi Raja Demak. Kerajaan Demak pun dipindah dari Bintoro ke Prawoto. Raden Mukmin bukan ahli politik, bukan ahli negara. Demak menjadi lemah. Arya Penangsang mengetahui hal ini. Ia mengutus utusan untuk membunuh keluarga Sultan Trenggana. Sunan Prawoto berhasil dibunuh, juga Adipati Jepara (Ratu Kalinyamat, adik ipar Sunan Prawoto) pun dibunuhnya. Penguasa Pajang, Hadiwijaya pun dicoba dibunuhnya tetapi gagal. Dengan terbunuhnya Sunan Prawoto, Arya Penangsang menjadi penguasa Demak.  Pusat pemerintahan Demak ia pindahkan dari Prawoto ke Jipang tempat Arya Penangsang menjadi Adipati menggantikan ayahnya, Raden Kikin. Jadilah Arya Penangsang menjadi raja Demak Jipang.

Usahanya Membunuh Arya Penangsang dan Menjadi Raja Demak

Hadiwijaya tidak mau memerangi Arya Penangsang secara langsung karena mereka sama anggota keluarga Demak dan merupakan saudara seperguruan sama-sama murid Sunan Kudus. Hadiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Aryo Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan mentaok/Mataram sebagai hadiah.

Sayembara diikuti dua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga sehingga Sutawijaya (Anak Ki Ageng Pemanahan) dapat menewaskan Arya Penangsang. Dengan kematian Arya Penangsang, Ki Ageng Sela mendapat hadiah tanah Pati, dan Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah Mentaok (Yogyakarta, Mataram). Hadiwijaya pun naik tahta Demak, bergelar Sulan Hadiwijaya, dan memindahkan pemerintahan dari Jipang ke Pajang, Ia bertahta sebagai raja Demak Pajang.


Perluasan Wilayah

 

Saat menjadi Sultan, kekuasaan Adiwijaya hanya mencakup wilayah Pajang, Blora, Pati, Jepara (Jawa Tengah) saja, karena sepeninggal Sultan Trenggana, banyak daerah melepaskan diri. Negeri-negeri di Jawa Timur yang tergabung dalam Persekutuan Adipati Bang Wetan saat itu dipimpin oleh Panji Wiryakrama bupati Surabaya. Persekutuan adipati tersebut sedang menghadapi ancaman invansi dari berbagai penjuru, yaitu PajangMadura, dan Blambangan.

Pada tahun 1568 Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton menjadi mediator pertemuan antara Adiwijaya raja Pajang di atas negeri yang mereka pimpin. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama diambil sebagai menantu Adiwijaya. Selain itu, Adiwijaya juga berhasil menundukkan Madura setelah penguasa pulau itu yang bernama Raden Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur Arosbaya menjadi menantunya.

Dalam pertemuan tahun 1568 itu, Sunan Prapen untuk pertama kalinya berjumpa dengan Ki Ageng Pemanahan dan untuk kedua kalinya meramalkan bahwa Pajang akan ditaklukkan Mataram melalui keturunan Ki Ageng tersebut.


Pemberontakan Sutowijoyo


Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan, adalah anak angkat Sultan Hadiwijoyo. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, 1575 M, Sutawijaya menjadi penguasa baru di Mentaok, yang kemudian berubah nama menjadi Mataram (Keraton, kini ada di Kota Gede Yogyakarta) dan diberi hak untuk tidak menghadap selama setahun penuh.

Waktu setahun berlalu dan Sutawijaya tidak datang menghadap. Adiwijaya mengirim Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil untuk menanyakan kesetiaan Mataram. Mereka menemukan Sutawijaya bersikap kurang sopan dan terkesan ingin memberontak. Namun kedua pejabat senior itu pandai menenangkan hati Adiwijaya melalui laporan mereka yang disampaikan secara halus.

Tahun demi tahun berlalu. Adiwijaya mendengar kemajuan Mataram semakin pesat. Ia pun kembali mengirim utusan untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya. Kali ini yang berangkat adalah Pangeran Benawa (putra mahkota), Arya Pamalad (menantu yang menjadi adipati Tuban), serta Patih Mancanegara. Ketiganya dijamu dengan pesta oleh Sutawijaya. Di tengah keramaian pesta, putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga membunuh seorang prajurit Tuban yang didesak Arya Pamalad. Arya Pamalad sendiri sejak awal kurang suka dengan Sutawijaya sekeluarga.

Maka sesampainya di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, sedangkan Pangeran Benawa menjelaskan kalau peristiwa pembunuhan tersebut hanya kecelakaan saja. Adiwijaya menerima kedua laporan itu dan berusaha menahan diri.

Pada tahun 1582 seorang keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang, bernama Raden Pabelan dihukum mati karena berani menyusup ke dalam keputrian menemui Ratu Sekar Kedaton (putri bungsu Adiwijaya). Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang karena diduga ikut membantu anaknya.

Ibu Raden Pabelan yang merupakan adik perempuan Sutawijaya meminta bantuan ke MataramSutawijaya pun mengirim utusan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya ke Semarang (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Adiwijaya_dari_Pajang)