Pengikut

Kamis, 29 Juni 2023

Khutbah Idul Adha 1444 H, di Halaman Balai Kalurahan Banjaroya Kalibawang

 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِي اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلآَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ  وَللهِ الْحَمْدُ * اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

 

Jama’ah ’Ied rahimakumullah, Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam adalah penutup dari para Nabi dan utusan Allah.

 

Pada hari ini, ummat Islam sedunia sedang bersama-sama merunut kembali sejarah perjuangan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan putra tercintanya Nabi Isma’il ‘alaihimassalaam dalam berjuang menegakkan aqidah dan syari’ah Islam. Dalam ikhtiar ini, sebagian dari kita ada yang diberi Allah kenikmatan untuk dapat menunaikan ibadah haji. Kepada mereka kita do’akan agar sepulang dari tanah Suci Makkah al-Mukarramah benar-benar menjadi haji yang mabrur, sehingga dengan kemabruran haji mereka menjadikan tambahan kekuatan dalam menciptakan ‘izzul Islam wa al-muslimiin (kejayaan Islam dan kejayaan bagi Ummat Islam) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negara yang indah dan damai dan penuh dengan ampunan Allah).

Sebagian diantara ummat Islam ada yang hanya mampu melaksanakan ibadah qurban, sebagai ikhtiar mewujudkan ketaatan dan kedekatan kepada Allah, sekaligus sebagai wujud dari kesediaan membina hubungan dengan sesama manusia sesuai dengan tuntunan syari’ah Islam.

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا/ وَلَا دِمَاۤؤُهَا/ وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ/ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ/ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ/ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (al-Hajj ayat 37)

Dalam firman-Nya yang lain Allah bahkan menegaskan bahwa sejak awal sejarah manusia, tradisi qurban sudah dilaksanakan yakni ketika diperintahkan qurban itu kepada Qabil dan Habil.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ/ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ/ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا/ فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا/ وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ/ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ/ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil) “Aku pasti membunuhmu” Habil berkata: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS-Al-Maidah : 27)

Demikian penting makna berqurban maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidak ada satu senpun dari uang yang diinfakkan yang keutamaannya melebihi uang yang dipergunakan untuk infaq berqurban pada hari (Raya ’id al Adha) ini.”

Banyak ummat Islam belum mampu melakukan ibadah qurban apalagi ibadah haji. Namun itu semua tidak akan menghalangi kita untuk meraih cita-cita menjadi orang yang muttaqin, sepanjang tetap bersabar dalam meyakini kebenaran agama Allah, yakni : sabar dalam menjalankan segala ketaatan kepada Allah.

Dalam segala keadaan tersebut di atas, janganlah kita lupa bahwa sebagian dari saudara-saudara kita sedang dalam keadaan tidak mampu memenuhi kehidupan sehari-hari. Semoga mereka tetap iklhas dalam menerima musibah, dan tetap berserah diri kepada Allah, ada jaminan kepada orang yang tetap bersabar sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nahl 41-42 :

وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا فِى اللّٰهِ/ مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا/ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً/ ۗوَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ/ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَۙ. /الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ

Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (Yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan Allah saja mereka bertawakkal.” (an-Nahl 41-42)

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ

Dalam surat ash-Shaaffaat ayat 100 – 111, Allah Swt. berfirman;”

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

(Nabi Ibrahim berdoa) Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ

Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (Yaitu Ismail)

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ/ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ/ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى/ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي/ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup untuk berpikir)/ Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ/ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا/ إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

 كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia Termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Falsafah hidup yang dapat kita petik dari ayat diatas adalah bahwa dasar pertama dan utama seorang pemimpin termasuk pemimpin dalam rumah tangga agar ditaati adalah kuat dan bersihnya ketauhidan. 

Pertama, meskipun Ibrahim ’alaihis salam demikian cintanya kepada Isma’il ’alaihis salam yang digambarkan demikian gagah, ganteng dan mempesona namun demikian, atas dasar kecintaan Ibrahim terhadap Allah melebihi cintanya kepada siapapun dan apapun maka perintah itupun ia sampaikan dan ia laksanakan dengan baik.

Kedua, yang disampaikan Nabi Ibrahim adalah perintah dari Allah, namun karena menyangkut hak hidup seseorang, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam memberikan kesempatan putranya untuk memahami dengan dialog secara demokratis dan penuh kedamaian serta kesejukan berkomunikasi. 

Ketiga, demikian juga Nabi Isma’il yang mendapat kabar sangat mengejutkan itu, tetap menomorsatukan ketaatannya kepada Allah, dan tidak ragu sedikitpun untuk menerima dan melaksanakan perintah dalam wahyu itu.

Alangkah indahnya keluarga yang dibangun Nabi Ibrahim. Sekiranya kehidupan keluarga ummat Islam dewasa ini dapat meneladani kehidupan keluarga semacam ini, niscaya kekerasan, kejahatan, fitnah, caci maki dan kerusuhan tidak akan lahir dalam lingkungan kehidupan kita. Perilaku agama akan diujudkan dalam kenyataan: yang tua sangat memikirkan, mencintai kepada yang lebih muda. Sebaliknya yang muda menghormati dan meneladani yang tua.

Berkaca dari aspek kemanusiaan dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il, tepat jika pada kesempatan selain untuk hanya beribadah kepada Allah ta’ala, marilah kita peduli kepada sesama, sesama umat Islam, maupun sesama manusia. Kita hendaknya selalu berusaha memberi manfaat dan kemaslahatan bagis sesama.

Firman Allah Swt  dalam surat al-Isra’ ayat 70,

Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Ali Ibn Abi Thalib radliallahu ‘anhu, tatkala menjadi Khalifah memberikan tugas harian kepada salah satu gubernurnya yakni Malik Asytar. Dalam perintah harian yang panjang itu Ali ibn Abi Thalib mengatakan, ”Ada dua Saudaramu,  yaitu saudara sesama muslim, dan saudara sesama manusia. Dua-duanya memiliki hak yang harus engkau penuhi.”

Allahu Akbar – Allahu Akbar – Walillahilhamdu.

Jama’ah ‘Ied rahimakumullah marilah kita bermunajah dengan khusyu’, percaya bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan itu satu yakni Allah semata, hanya Allah yang dapat mengabulkan segala permohonan kita.

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ/ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ/ اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ/ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ/ الاَحْيِاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ/ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ/ فيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ/ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ/ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ/ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ/ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ/ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ/ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ/ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا/ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا/ وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ/ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ/ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا/ وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ/ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَالْمُسلِمِين/ وَجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ/ يَا رَبَّ الْعَلَمِينَ

اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا/ كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا,/وَتُبْ عَلَيَّ/ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

وَتُبْ عَلَيَّ/ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ, رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا/ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ/ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ/ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ/ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tidak ada komentar: