Pengikut

Jumat, 28 Juli 2023

Adab-Adab Ketika Bersin

 

1.    Allah Mencintai Bersin dan Membenci Menguap
Teks Hadist I
Imam al-Bukhari (nama lengkapnya adalah Imam Abu 'Abdillah Muhammad bin Isma'il al-Bukhari, wafat tahun 256 H) menukil sebuah hadist berikut:


صحيح البخاري - (ج 19 / ص 233)

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ وَحَمِدَ اللَّهَ كَانَ حَقًّا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يَقُولَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَثَاءَبَ ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَان

... dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai bersin dan membenci menguap. Apabila salah seorang diantara kalian bersin kemudian mengucapkan alhamdulillah, maka wajib bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakan yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu).  Adapun menguap, itu datangnya dari setan, apabila salah seorang di antaramu menguap,maka  tahanlah semampunya. Setan akan tertawa bila melihat orang yang menguap.”

Isi hadist:

a.   Allah menyukai bersin tetapi membenci menguap

Ibn Hajar al-Asqalani (nama lengkapnya adalah al-Hafidz Ahmad bin Ali Ibn Hajar al-Asqalani, wafat 852 H) mengatakan, “... mengapa bersin itu disenangi dan dicintai? Karena bersin adalah indikasi enteng dan ringannya tubuh, keluarnya racun-racun dan lepas dari beban berat. Bersin akan membawa semangat baru dalam ...” (lih. Fathul Bari 10/622)

b.  Bila kita bersin hendaknya mengucapkan alhamdulillah

c.   Bila kita mendengar seseorang bersin dan ia mengucapkan alhamdulillah, hendaknya kita mengucapkan yarhamukallah

d.  Menguap datang dari setan

e.   Kita diperintahkan untuk menahan menguap semampu kita

f.   Setan akan tertawa bila melihat seseorang menguap


2.   Adab-Adab Bersin    

a.   Menutup mulut dan hidung dengan kain atau yang semisal
Teks Hadist II

سنن أبي داود - (ج 13 / ص 218)

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَطَسَ وَضَعَ يَدَهُ أَوْ ثَوْبَهُ عَلَى فِيهِ

Sunan Abu Dawud (13/218) - ... dari Abu Hurairah, ia berkata, “Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bila bersin beliau meletakkan tangannya atau bajunya pada mulutnya ....”

 b.  Merendahkan suara

Teks Hadist III

المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 49(

حدثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ، ثنا بحر بن نصر ، ثنا عبد الله بن وهب ، أخبرني عبد الله بن عياش ، عن الأعرج ، عن أبي هريرة ، رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « إذا عطس أحدكم فليضع كفيه على وجهه وليخفض صوته » « هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه »

Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain lil-Hakim (18/49), “... dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Bila salah seorang di antaramu bersin, hendaknya ia letakkan tangannya pada wajahnya dan hendaknya ia merendahkan suaranya.”

c.     Mengucapkan alhamdulillah saat selesai bersin (lihat teks hadist pertama)

d.    Mendoakan orang yang bersin (lihat teks hadist pertama)

e.     Tidak mendoakan orang yang bersin bila ia tidak mengucapkan alhamdulillah

Teks Hadist IV

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 266(

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ  ...سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ

Shahih Muslim (14/266), “... dari Abu Burdah, ia berkata, “...  Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Bila salah satu diantaramu bersin maka ucapkanlah alhamdulillah, maka doakanlah ia, bila ia tidak mengucapkan alhamdulillah, maka janganlah engkau mendoakannya dengan yarhamukallah.””

f.      Mengucapkan yarhamukallah bila ada orang mendoakan (lihat teks hadist IV)

Maraji’
Tulisan ini banyak mengambil manfaat dari CD al-Maktabah asy-Syamilah dan Majalah al-Furqan 92 Edisi 11 th. Ke-8 1430/2009

 

Raja-Raja Kasultanan Pajang Sepeninggal Sultan Hadiwijaya

Makam Sultan Hadiwaijaya

 1.       Arya Pangiri atau Ngawantipura (1583-1586)

Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1582, tahta sultan menjadi perebutan antara Arya Pangiri, dan Pangeran Benawa. Arya Pangiri, putra Sunan Prawoto, Raja Demak setelah Sultan Trenggono, adalah menantu Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya.

Arya Pangiri mendapat dukungan Sunan Kudus ke-2 (anak atau penerus Sunan Kudus) mendukung Arya Pangiri untuk naik tahta berdasarkan siding keluarga. Sementara itu Pangeran Benawa secara halus disingkirkan dan dijadikan sebagai adipati Jipang.

Arya Pangiri mengganti para pembesar dari orang-orang Demak, dan para pembesar yang diganti tersebut pindah ke Jipang mengikuti dan mengabdi kepada Pangeran Benawa.

Arya Pangiri membuat rakyat Pajang hidup tak menentu, karena ia lebih memilih memikirkan untuk menyerang Sutawajaya, penguasa Mataram sebagai upaya balas dendam.

2.       Pangeran Benawa atau Prabuwijaya (1586-1587)

Melihat kehidupan Pajang di bawah Kekuasaan Arya Pangiri. Dari Jipang, Pangeran Benawa ingin merebut kekuasaan dari Arya Pangiri. Pangeran Benawa meinta bantuan kepada saudara angkatnya, Sutawijaya, yang menjadi penguasa Mataram. Pangeran Benawa tetap menganggap Sutawijaya sebagai saudara walau ia telah mengalahkan dan menyebabkan Sultan Hadiwijaya meninggal.

Sutawijaya pun menyanggupinya, dan Arya Pangiri berhasil dikalahkan, lalu ia dipindah dan dijadikan Adipati Demak. Dan Pangeran Benawa menjadi raja Pajang, tetapi hanya 1 tahun saja. Sebelum meninggal, Pangeran Benawa menuliskan wasiat yang intinya setelah kepergiannya Kesultanan Pajang akan menjadi bagian dari Mataram. Pangeran Benawa wafat pada tahun 1587, peristiwa tersebut sekaligus menandai Kesultanan Pajang menjadi bagian dari Mataram.

Dengat wafatnya Pangeran Benawa, berakhir pula era kerajaan Pajang. Wilayah Pajang lalu menjadi bagian dari Mataram dengan status Kadipaten. Pangeran Benawa tidak memiliki putra laki-laki, dan hanya memiliki perempuan. Ia dimakamkan di dekat makam ayahnya, Sultan Hadiwijaya di Butuh Sragen.

 

Rabu, 26 Juli 2023

Sultan Hadiwijaya, atau Muhammad Hadi, atau Mas Karebet, atau Jaka Tingkir Wafat

Makam Sultan Muhammad Hadi Hadiwijaya

Tahun 1582, Raden Pabelan, Raden Pabelan, keponakan Sutowijaya penguasa Mataram, dihukum mati oleh Sultan Hadiwijaya karena berani memasuki dan menyusup ke dalam keputrian menemui Ratu Sekar Kedaton (putri bungsu Sultan Hadijaya. Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang karena diduga membantu anaknya, Raden Pabelan. Ibu Raden Pabelan, yang merupakan adik perempuan Sutawaijaya meminta bantuan kepada Sutowijaya. Ia pun mengirimkan utusan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan ke Semarang.

Apa yang dilakukan Sutowijaya menjadi alasan Sultan Hadiwijaya menyerang Mataram. Ia pun memimpin penyerangan tersebut. Pasukan Pajang lalu bermarkas di lereng Merapi dengan jumlah yang banyak. Pasukan Pajang sebenarnya hampir memenangkan peperangan. Tapi tiba-tiba gunung Merapi meletus dan lahar dinginnya menerjang sebagian pasukan Pajang.

Sultan Hadiwijaya menarik pasukannya mundur. Dalam perjalanan pulang, ia singgah ke makam Sunan Tembayat namun tidak mampu membuka pintu gerbangnya. Hal itu dianggapnya sebagai firasat kalau ajalnya segera tiba. Ia pun melanjutkan perjalanan pulang. Di tengah jalan ia jatuh dari punggung gajah tunggangannya, sehingga harus diusung dengan tandu. Sultan Hadiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Hadiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua.

Sutawijaya, walaupun sudah menang tetap mengikuti kepulangan Sultan Hadiwijaya ke Pajang. Ia bersama 40 pengikutnya berkendara kuda mengikuti Sultan Hadiwajaya dengan sangat sopan, dan dengan penuh penghormatan, tidak membuat kekacauan. Sebab bagaimanapun Sultan Hadiwijaya adalah ayah angkatnya. Ketika Sultan di Keraton Pajang, Sutowijaya hanya menunggu di desa Laweyan dan Mayang.

Adiwijaya alias Jaka Tingkir akhirnya meninggal dunia tahun 1582 tersebut. Ia dimakamkan di desa Butuh, yaitu kampung halaman ibu kandungnya. Makam Butuh berada di desa di Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecapatan Plupuh Sragen Jawa Tengah. Di sini pula dimakamkan ayah dan ibu Sultan Hadiwijaya. 

Berikut bebarapa yang dimakamkan di Butuh

1.     Ki Ageng Kebo Kenongo
2.     Nyi Ageng Kebo Kenongo
3.     Sultan Hadiwijaya atau Raden Jaka Tingkir atau Raden Mas Karebet
4.     KP Benowo
5.     KP Monco Negoro
6.     K. Tmg. Wilomarto
7.     K. Tmg. Wuragil
8.     KP Tedjowulan
9.     KRt. Kadilangu
10.  KPH Sinawung
11.  KR Adi Negoro
12.  Garwo
13.  RAy. Pagedongan
14.  Ray. Kodok Ijo
15.  KA Ngerang
16.  Nyi Ageng Ngerang
17.  KPH Mas Demang Brang Wetan