Pengikut

Sabtu, 23 September 2023

Hukum Menghujat Pemerintah

Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Selat Bali

Semua kaum Muslimin meyakini bahwa Islam adalah agama yang kaffah atau sempurna. Islam tidak lagi memerlukan perbaikan-perbaikan aturan, Islam tidak pula memerlukan tambahan-tambahan. Kita juga tidak bisa mengurangi aturan-aturan yang ada dalam Islam. Islam telah mengatur segala hal dari perkara kecil (seperti bagaimana masuk toilet, keluar darinya, berangkat tidur, bangun, bagaimana cara masuk rumah dan keluar darinya), hingga perkara-perkara yang kita anggap besar.

Apakah agama ini mengatur hubungan kita dengan pemerintah?

Kalau perkara yang kita anggap kecil dan itu hanya menyangkut diri kita sendiri saja diatur oleh agama ini, pastilah hubungan kita dengan pemerintah yang mengatur negara termasuk diri kita dan seluruh warga negara diatur juga oleh agama kita ini.

Hukum menghujat pemerintah/penguasa

Menghujat adalah mengatakan sesuatu atas seseorang yang dia tidak sukai yang mungkin dapat berupa doa yang jelek, laknat, hinaan, menyebarkan luaskan aib, kekurangan dan kejelekannya, bahkan mungkin mengajak memberontak. Dan semua itu dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan dalam sebagian besar demostrasi (tentang Bahan Bakar Minyak) akhir-akhir ini. Apakah Islam membolehkannya?

Menghina?

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 164) حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مِهْرَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُسَيْبٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ كُنْتُ مَعَ أَبِي بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ ابْنِ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَقَالَ أَبُو بِلَالٍ انْظُرُوا إِلَى أَمِيرِنَا يَلْبَسُ ثِيَابَ الْفُسَّاقِ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ اسْكُتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ

Sunan al-Tirmidzi (8/164) – Bundar menceritakan kepada kami, Abu Dawud menceritakan kepada kami, Humaid bin Mihran menceritakan kepada kami dari Sa’di bin Uwais dari Ziyad bin Kusaib al-‘Adawi, ia berkata,

“Dahulu aku bersama Abi Bakrah, Ibn ‘Amir dan ia khutbah dengan memakai pakaian tipis (transparan). Maka Abu Bilal berkata, “Lihatlah pemimpin kita. Ia memakai baju orang fasiq. Maka Abu Bakrah menjawab, “Diamlah. Aku pernah mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa menghina sulthan (penguasa)-Ku di muka bumi, Allah akan menghinakannya.””

Lalu bagaimana kalau kita membakar gambar foto presiden kita, lalu bagaimana kalau kita menyamakan presiden kita dengan kerbau, lalu bagaimana kalau kita menambah taring pada gambar presiden kita, lalu bagaimana kalau kita menginjak-injak gambar presiden kita?

Membicarakan kejelekkannya?

Sunan at-Tirmidzi (7/178) – Qutaibah menceritakan kepada kami, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari al-‘Alai bin Abdir-Rahman dari ayahnya dari Abi Hurairah, ia berkata, “

سنن الترمذي - (ج 7 / ص 178) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْغِيبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Sunan at-Tirmidzi (7/178) – Qutaibah menceritakan kepada kami, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari al-‘Alai bin Abdir-Rahman dari ayahnya dari Abi Hurairah, ia berkata, “

Dikatakan, “Wahai Rasulullah, apakah ghibah (menggunjing) itu?” Rasulullah menjawab, “Engkau membicarakan saudaramu yang ia membencinya.” (Salah seorang) berkata, “Kalau pembicaraan itu seperti yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Jika yang dikatakan itu seperti yang aku katakan, maka sungguh engkau ghibah (menggunjing), dan jika pembicaraannya tidak seperti yang engkau katakan, maka sungguh engkau telah berdusta.””

Padahal Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ  [الحجرات/12]

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Kitab kita jelas-jelas menerangkan jeleknya menggunjing. Menggunjing diibaratkan memakan daging saudaranya yang telah mati.

Lalu bagaimana kita bisa berteriak, “Presiden kita tak becus mengurus negeri ini, pemerintah adalah orang-orang bodoh, presiden kita tak memperhatikan nasib rakyatnya, presiden kita adalah presiden korup?”

Ingin memberi nasehat?

مسند أحمد - (ج 30 / ص 346) مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

Musnad Ahmad (30/346) – Barangsiapa ingin menasehati penguasa tentang suatu urusan, janganlah menampilkannya secara terang-terangan, tetapi hendaknya menggandeng tangannya dan untuk berduaan (menyepi) dengannya. Apabila ia menerima darinya maka itulah (yang diharapkan). Kalau tidak, ia telah melaksanakan tugasnya.

Hadist ini dengan tegas menyatakan bila kita ingin menasehati penguasa hendaknya secara sembunyi-sembunyi jauh dari keramaian dengan cara yang santun.

Lalu bagaimana kalau kita berteriak-teriak di jalanan dengan mengatakan, “Pemerintah harus memperhatikan rakyatnya, pemerintah tidak boleh menaikkan harga BBM karena akan akan menyengsarakan rakyat.”

 

Tidak ada komentar: